Selasa, 13 November 2012

naskah drama K.H Zaenal Mustofa



SKENARIO PEMBELAJARAN
Tokoh:

1.      Nawapi (ayah K.H. Zaenal Mustofa)
2.      Ratmah (ibu K.H. Zaenal Mustofa)
3.      K.H. Zaenal Mustofa
4.      Santri pesantren 1
5.      Santri pesantren 2
6.      Santri pesantren 3
7.      Pengurus organisasi Nahdlatul Ulama
8.      Kyai rukhiyat
9.      Haji Syirod
10.  Hambali Syafei
11.  Belanda
12.  Jepang 1
13.  Jepang 2
14.  Jepang 3
15.  Jepang 4
16.  Warga
17.  M. Tjarawilaksana
18. Sebelas orang anggota staff yang mengawal M. Tjarawilaksana
19.  Anggota polisi
20.  Opsir 1
21.  Opsir 2
22.  Opsir 3
23.  Opsir 4
24.  Najmudin


Suatu hari, K.H. Zaenal Mustofa yang telah lulus dari Sekolah Dasar meminta izin kepada kedua orangtuanya untuk menimba ilmu di Pesantren. (Panggung menggambarkan suasana rumah)
K.H. Zaenal Mustofa           : “Emak, Abah.. saya akan pergi dan akan belajar di pesantren dalam waktu yang  cukup lama, saya meminta doa restu dari kalian berdua.” (sambil sungkem di pangkuan kedua orang tuanya)
Nawapi                                 : “Abah mengizinkan kamu untuk pergi, jaga dirimu baik-baik nak.” (sambil mengelus kepala K.H. Zaenal Mustofa)
Ratmah                                 : “Emak juga mengizinkan kamu nak, asal kamu jangan lalay pada sholat dan tetap menjaga nama baik keluarga.” (sambil menangis terisak-isak)
K.H. Zaenal Mustofa           : “Terima kasih emak, abah.. saya pergi dulu Assalamualaikum.” (pergi meninggalkan rumah)
Nawapi dan Ratmah         : “Waalaikumsalam.” (sambil melambaikan tangan)
Tujuh belas tahun pun berlalu, akhirnya K.H. Zaenal Mustofa bisa kembali ke kampung halaman dan mendirikan sebuah pesantren. K.H. Zaenal Mustofa kemudian mengumpulkan seluruh santrinya di halaman pesantren.
K.H. Zaenal Mustofa        : “Assalamualaikum warohmatullohi wabarokatuh!”
Santri                                 : “Waalaikumsalam warohmatullohi wabarokatuh!”
K.H. Zaenal Mustofa        : “Selamat datang di Pesantren Sukamanah santri-santriku yang tercinta. Alhamdulillah, akhirnya pesantren yang saya cita-citakan sekarang sudah selesai dibangun. Semoga kalian betah menimba ilmu disini, dan semoga ilmu yang kalian dapatkkan disini bisa bermanfaat di dunia dan akhirat, aamiin ya robbal alamin.”
Santri                                 : “Aamiin.”
K.H. Zaenal Mustofa        : “Saya selaku pimpinan pesantren akan menerapkan beberapa kebijakan yang semoga saja bermanfaat bagi kalian yaitu kalian sebagai santri harus belajar bahasa Belanda dan Melayu  serta wajib mempelajari silat agar kalian bisa membela diri bila berhadapan dengan penjajah. Apakah kalian siap?”
Seluruh Santri                   : ”Siaaaaaaaaaaappppp!!”
K.H. Zaenal Mustofa        : “Kita harus bersatu dan menyusun kekuatan agar kita bisa membebaskan negara kita tercinta dari kekuasaan penjajah, Allohu Akbar!!! merdekaaaaaa!!!” (sambil mengepalkan tangan)
Santri                                 : “Allohu Akbar!! Merdekaaaaa!!”
Santri pun membubarkan diri dan kembali ke pondoknya masing-masing. Keesokan harinya K.H. Zaenal Mustofa menemui pengurus Organisasi Nahdlatul Ulama agar ia bisa bergabung dengan organisasi tersebut.
K.H. Zaenal Mustofa        : “Assalamualaikum.” (sambil mengetuk pintu)
Pengurus NU                    : ”Waalaikumsalam, oh ada K.H. Zaenal Mustofa. Silahkan masuk ke dalam.” (sambil bersalaman dengan K.H. Zaenal Mustofa)
Kemudian mereka duduk dan K.H. Zaenal Mustofa mengutarakan maksud kedatangannya.
K.H. Zaenal Mustofa        : ”Begini, sebenarnya maksud kedatangan saya kesini karena saya tertarik dan ingin bergabung dengan Nahdlatul Ulama.”
Pengurus NU                    : “Alhamdulillah, dengan senang hati kami akan menerima. Kita bisa bekerja sama melawan kekejaman penjajah ynag telah menginjak-injak harga diri bangsa Indonesia.”
K.H. Zaenal Mustofa        : ”Saya pun berpikir demikian. Saya muak terhadap penjajah yang telah belaku seenaknya di tanah air kita.”
Pengurus NU                    : “Semoga Nahdlatul Ulama bisa mempersatukan kekutan dan akhirnya bisa mengusir penjajah.”
K.H. Zaenal Mustofa        : “Aamiin.. Allah SWT akan senantiasa bersama kita. Kalau begitu saya pamit karena ada kepentingan lain.” (sambil menyalami pengurus NU)
Pengurus NU                    : “Mangga silahkan. Hati-hati dijalan pak Kyai.”
K.H. Zaenal Mustofa        : “Assalamualaikum.” (pergi meninggalkan pengurus NU)
Pengurus NU                    : “Waalaikumsalam.”
K.H. Zaenal Mustofa meneruskan perjalanannya karena ia telah ditunggu untuk mengisi acara dakwah di suatu tempat. Setibanya di sana, beliau langsung menempati tempat di tengah-tengah kumpulan warga.
K.H. Zaenal Mustofa        :”Assalamualaikum, maaf saudaraku sekalian saya terlambat.” (sambil menyalami warga satu persatu)
Warga                                : “Waalaikumsalam, tidak pak Kyai, anda datang di waktu yang tepat.”
K.H. Zaenal Mustofa        : “Baik kita mulai saja acara hari ini. Tadi saya telah menemui pengurus Nahdlatul Ulama. Saya sudah bergabung bersama mereka karena saya sangat muak terhadap penjajah yang telah berlaku seenaknya di tanah air kita.”
Warga                                : “Memangnya penjajah itu berbahaya pak Kyai?”
K.H. Zaenal Mustofa        : “Penjajah itu licik. Mereka ingin merebut tanah air kita, ingin menguasai bangsa Indonesia.”
Warga                                : “Seenaknya saja mereka, kita harus bisa mempertahankan tanah air kita tercinta dari bangsa penjajah. Setujuuuu???” (warga yang lain ikut berteriak menyatakan tanda setuju)
K.H. Zaenal Mustofa        : “Setujuuu!! Alhamdulillah, ita bisa bersatu untuk mempersatukan kekuatan dan mengusir penjajah dari tanah air. Merdekaaaaaa!!! (sambil mengepalkan tangan dengan semangat yang menggebu-gebu)
Warga                                : “Merdekaaaaa!”
K.H. Zaenal Mustofa dan warga pun membubarkan diri dan kembali ke rumah masing-masing. Namun ternyata aktifitas dakwah K.H. Zaenal Mustofa di ketahui pemerintah kolonial Belanda. K.H. Zaenal Mustofa telah diperintahkan untuk mnghentikan aktifitas dakwahnya namun beliau tidak menggubrisnya. Sehingga di tengah perjalanan pulang beliau ditangkap oleh Belanda.
Belanda                             : “Heh Zaenal!! Kenapa kamu tidak menuruti perintah kami untuk menghentikan dakwah? Kamu mencoba melawan kami heh?” (sambil mendorong K.H. Zaenal Mustofa)
K.H. Zaenal Mustofa        : “Tidak mungkin saya membiarkan penjajah licik seperti kalian menginjak-nginjak harga diri kami, bangsa Indonesia!”
Kyai Rukhiyat                   : “Benar, kalian penjajah tidak berperikemanusiaan! Tidak memikirkan nasib sesama!”
Belanda                             : “Kurang ajar! Kalian ini siapa heh berani-beraninya menghina kami! Kami tembak mati kalian semua! (sambil menyodorkan senjata)
Haji Syirod                        : “Kami tidak akan pernah takut pada ancaman kalian. Kami akan senantiasa dilindungi oleh Allah SWT. Allohu Akbar!!” (sambil mengepalkan tangan)
Hambali Syafei                 : “Allohu Akbar!! Saya setuju dengan Haji Syirod! Bahkan semua warga pun telah membenci kalian dan akan segera mengusir kalian!”
Belanda                             : “Kalian semua memang kurang ajar! Berani-beraninya membantah kami! Berani-beraninya menghasut warga agar memberontak kepada kami! Sekarang kalian semua ikut kami! (sambil menyodorkan senjata dan memborgol K.H. Zaenal Mustofa¸ Kyai Rukhiyat, Haji Syirod dan Hambali Syafei)
K.H. Zaenal Mustofa  dan kawan-kawan mencoba melawan namun pihak Belanda lebih kuat dan akhirnya mereka berempat dibawa oleh Belanda ke Penjara dengan tuduhan telah menghasut warga untuk memberontak kepada Belanda. Sesampainya dipenjara, mereka berempat langsung dimasukkan ke dalam sel.
Belanda                             : “Diaaaaam kalian semua disini!! Ini hukuman bagi kalian yang telah menghasut warga agar memberontak kepada kami! (mendorong mereka berempat ke dalam sel)
K.H. Zaenal Mustofa        : “Kami tidak takut, sekalipun dihukum mati, kami akan tetap mengajak warga agar tidak mengikuti perintah kalian!”
Belanda                              :“Terserah, hahahaa.” (sambil pergi meninggalkan sel)
      Keesokan harinya Belanda kembali mendatangi sel tempat K.H. Zaenal Mustofa dan kawan-kawannya ditahan. Mereka akan memindahkan K.H. Zaenal Mustofa dan kawan-kawannya ke Sukamiskin.
Belanda                             : “Woooy banguuuun kaliaaan semuaaaa!!!” (sambil berteriak dan menyodorkan senjata)
K.H. Zaenal Mustofa        : “Ada apa kalian semua kesini?”
Belanda                             : “Tak usah banyak bicara. Kalian semua ikut kami!” (sambil memasangkan borgol kepada K.H. Zaenal Mustofa dan kawan-kawannya)
Sesampainya di Sukamiskin, mereka berempat kembali dimasukkan ke dalam sel tahanan.
Belanda                             : “Sekarang tempat kalian disini. Selamat menikmati. Hahahaaaa!” sambil tersenyum sinis)
K.H. Zaenal Mustofa         : “Lihat saja pembalasan kami. Kami pasti akan menang!”
Belanda                             : “Kami akan tunggu. Ahaahahaa!” (sambil tersenyum sinis dan pergi meninggalkan sel tahanan)
Beberapa bulan kemudian, K.H. Zaenal Mustofa dan kawan-kawannya dibebaskan dari penjara.
K.H. Zaenal Mustofa        : “Alhamdulillah akhirnya berkat pertolongan dari Allah SWT kita akhirnya dibebaskan” (sambil bersujud)
Kyai Rukhiyat                   : “Tapi kita tidak bisa tinggal diam, kita harus segera mengusir Belanda dari tanah air kita.”
H.Syirod dan Hambali      : “Setuju, mari kita mempersatukan kekuatan!”
Mereka Berempat              : “Allohu Akbar!”
K.H. Zaenal Mustofa dan kawan-kawan terus menjalankan aktifitas dakwahnya. Mereka kembali mengisi acara-acara dakwah dengan tujuan yang sama yaitu mengusir penjajah.
K.H. Zaenal Mustofa        : “Saudaraku sekalian, penjajah memang harus segera kita musnahkan dari tanah air. Mereka sangat kejam dan selalu bertindak kasar!”
Kyai Rukhiyat                   : “Benar sekali. Banyak warga yang menderita akibat ulah penjajah yang selalu ingin menang sendiri!”
Warga                                : “Lalu apa yang akan kita lakukan untuk mengusir penjajah pak Kyai?”
K.H. Zaenal Mustofa        : “Akan saya pikirkan terlebih dahulu strateginya. Setelah strategi tersebut selesai direncanakan, akan saya beritahu kepada kalian.”
Warga                                : “Siaaaaap pak Kyai”
K.H. Zaenal Mustofa        : “Allohu Akbar!”
Semua                               : “Allohu Akbar!”
Semua warga membubarkan diri termasuk K.H. Zaenal Mustofa dan kawan-kawannya. Sesampainya dirumah, K.H. Zaenal Mustofa kembali didatangi oleh Belanda dan dibawa ke penjara dengan tuduhan yang sama seperti penangkapan yang pertama.
Belanda                             : “Heeeh Zaenal!! Keluar kau!! (sambil mendobrak pintu rumah K.H. Zaenal Mustofa)
K.H. Zaenal Mustofa        : “Berani-beraninya kalian datang ke rumah saya!!”
Kyai Rukhiyat                   : “Ada kepentingan apa kalian datang kesini hah?”
Belanda                             : “Segeralah menyerahkan diri karena kalian akan kami bawa ke penjara. Hahaha !!!” (sambil membawa K.H. Zaenal Mustofa dan Kyai Rukhiyat)
K.H. Zaenal Mustofa dan Kyai Rukhiyat dibawa kembali ke Penjara di Ciamis. Namun setelah beberapa bulan di penjara, mereka dibebaskan oleh pemerintah Jepang.
Jepang                               : “Heh kalian!! Ayo keluar!!”
K.H. Zaenal Mustofa        : “Ada apa? Kenapa kami diminta untuk keluar?”
Jepang                               : “Kalian dibebaskan karena tidak bersalah.”
Kyai Rukhiyat                   : “Terima kasih.”
Jepang                               : “Tapi ada beberapa syarat yang harus kalian penuhi yaitu kalian harus membantu kami dalam mewujudkan cita-cita kami yaitu menciptakan Lingkungan Kemakmuran Bersama Asia Timur Raya.”
K.H. Zaenal Mustofa        : “Tak akan pernah sudi saya membantu penjajah licik seperti kalian.” (sambil pergi meninggalkan tentara Jepang)
K.H. Zaenal Mustofa kembali berkumpul dengan kawan-kawan dan warga masyarakat. Mereka kembali membicarakan kekejaman para penjajah.
K.H. Zaenal Mustofa        : “Apakah kalian sudah tahu bahwa tanah air kita sekarang berada di tangan Jepang?”
Warga                                : “Tentu pak Kyai. Tanah air kita sekarang berada di tangan orang yang benar. Berada di tangan Jepang, saudara tua kita.”
K.H. Zaenal Mustofa        : “Mengapa engkau berani-beraninya berkata seperti itu?” (bernada kesal)
Warga                                : “Karena Jepang telah berjasa dalam melepaska tanah air kita dari belenggu penjajahan Belanda. Sekarang kita sudah bebas.”
K.H. Zaenal Mustofa        : “Sungguh pernyataan yang sangat bodoh! Asal kalian tahu, Jepang itu lebih berbahaya dibandingkan dengan imperialisme Belanda! Mereka bukan saudara tua kita! Mereka juga akan menjajah bangsa kita! (sambil berdiri dan berteriak)
Warga                                : “Benarkah seperti itu pak Kyai? Berarti selama ini kita telah tertipu oleh Jepang. Sungguh taktik yang sangat bagus.”
K.H. Zaenal Mustofa        : “Sangat benar. Kita harus bisa mengusir Jepang dari tanah air, karena Jepang lebih berbahaya dibandingkan dengan Belanda!”
Warga                                : “Setujuuuuuuuu!”
Sekitar tahun 1943, K.H. Zaenal Mustofa bersama santrinya membulatkan tekad untuk menentang fasisme Jepang. Mereka pun berdiskusi bersama di pesantren.
K.H. Zaenal Mustofa        : “Kita harus membuladkan tekad kita untuk menentang fasisme Jepang. Kalian harus bersatu agar bisa mengusir mereka.”
Santri 1                              : “Maaf pak Kyai, sebenarnya apa alasan yang melatarbelakangi sehingga kita harus menentang fasisme Jepang?”
K.H. Zaenal Mustofa      : “Jepang memerintah kita untuk melakukan Seikerei. Itu perbuatan musyrik.
Santri 2                              : “Seikerei ?? apa itu pak Kyai?”
K.H. Zaenal Mustofa        : “Seikerei adalah mengheningkan cipta sambil membungkuk dan menghormat kearah Tokyo.  Hal ini berarti kita disuruh untuk menyembah matahari. Apakah kalian mau? Dewek mah kajeun paeh daripada kudu nurut kana parentah penjajah.
Santri 3                              : “Tentu saja kami tidak mau. Yang kami mau sembah hanyalah Allah SWT, yang telah menciptaka kita.”
K.H. Zaenal Mustofa        : “Selain itu, Jepang meminta kita untuk menyerahkan beras kepada Jepang. Hal ini tentu saja akan merugikan rakyat.”
Santri 1                              : “Kalau begitu, berarti rakyat kita tidak bisa makan nasi. Mereka akan kelaparan.”
K.H. Zaenal Mustofa        : “Jepang tidak memikirkan hal itu, meeka hanya memikirkan kebutuhan perut mereka saja.”
Santri 2                              : “Perbuatan ini sungguh kejam dan tidak bisa dibiarkan begitu saja.”
K.H. Zaenal Mustofa        : “Tidak hanya itu, Jepang juga banyak menipu para wanita. Mereka di iming-imingi dan dijanjikan akan disekolahkan di Tokyo. Namun pada kenyataannya, mereka dikirimkan ke Birma dan Malaya untuk dijadikan wanita penghibur tentara-tentara Jepang.”
Santri 3                              : “Sungguh tindakan yang sangat tidak manusiawi. Para wanita diperlakukan seperti hewan. Lalu apa yang akan kita lakukan selanjutnya Pak Kyai?”
K.H. Zaenal Mustofa        : “Kita akan menculik para pembesar Jepang di Tasikmalaya lalu melakukan sabotase kawat-kawat telepon dan membebaskan tahanan politik.”
Santri 1                              : “Lalu, apa yang harus kita persiapkan untuk melaksanakan rencana itu?”
K.H. Zaenal Mustofa        : “Siapkan bambu runcing dan buatlah golok-golok dari bambu. Semoga saja alat-alat sederhana itu bisa membantu.”
Santri 1,2,3                        : “Baik pak Kyai.”
K.H. Zaenal Mustofa        : “Sekarang, mari kita latihan pencak silat di halaman pesantren. Agar kita lebih siap untuk melaksanakan rencana itu.”
Seluruh santri menuju ke lapangan untuk berlatih pencak silat. Sementara itu di tempat lain, pemerintah Jepang mengetahui berbagai rencana yang akan dilakukan oleh K.H. Zaenal Mustofa dan mereka berniat untuk melakukan penyerangan. Akhirnya pemerintah Jepang mengirim M. Tjakrawilaksana dan sebelas orang anggota staffnya serta dikawal pula oleh anggota polisi untuk menangkap pemimpin-pemimpin Sukamanah.
M. Tjakrawilaksana           : “Serahkan pemimpin Sukamanah kepada kami sekarang juga!!” (sambil berteriak)
Pemimpin kelompok         : “Kami tidak akan pernah menyerahkan pemimpin-pemimpin kami kepada Kempetai bangsa kami sendiri!”
M. Tjakrawilaksana           : “Jadi kalian membantah kami?”
Pemimpin kelompok         : “Tentu saja. Karena kami tidak akan pernah menyerahkan pemimpin kami kepada kalian. Sebaiknya kalian dan Jepang menemui  K.H. Zaenal Mustofa untuk melakukan perundingan.”
M. Tjakrawilaksana           : “Kami tidak mau. (sambil mencoba mendorong pemimpin kelompok sampai jatuh ke tanah)
Para polisi pun langsung menodongkan senjata kearah pemimpin kelompok. Tiba-tiba datang sekumpulan santri Pesantren Sukamanah.
Seluruh santri                    : “HENTIKAAAAAN!!!”
Semua pasukan M. Tjakrawilaksana kaget dan kembali menyimpan senjata.
Santri 2                              : “Apa yang kalian lakukan? Berani-beraninya bermain kekerasan. Serahkan seluruh senjata kalian kepada kami.”
Polisi                                 : “Tidak mau.”
Santri 3                              : “Pasukaaaaaan!! Seraaaaaang !!!”
Pasukan santri pun menyerang pasukan M. Tjakrawilaksana dan kemudian merampas dengan paksa senjata yang mereka bawa.
Santri 1                               : “Silahkan kalian masuk ke dalam rumah untuk menemui K.H. Zaenal Mustofa. Bicaralah baik-baik dan jangan bermain kekerasan. Untuk sementara senjata kalian kami amankan.
Seluruh pasukan M. Tjakrawilaksana pun memasuki  rumah K.H. Zaenal Mustofa. Kemudian pada tanggal 25 Februari 1944, Pemerintah Militer Jepang mengirim empat orang opsir ke Pesantren Sukamanah dan keempat opsir Jepang tersebut berdiri berdiri di halaman asrama Gunung Bentang menunggu kedatangan K.H. Zaenal Mustofa. Pasukan Sukamanah bersiap-siap di belakang untuk melihat kejadian yang akan terjadi dan melindungi pemimpinnya yaitu K.H. Zaenal Mustofa.
K.H. Zaenal Mustofa        : “Ada kepentingan apa kalian datang kesini?”
Opsir 1                              : “Ada yang ingin kami sampaikan kepada kamu.” (dengan nada membentak)
K.H. Zaenal Mustofa        : “Silahkan, apa yang ingin kalian sampaikan?”
Mendengar nada bicara opsir yang membentak, pasukan Sukamanah semakin memanas dan semakin mendekati opsir Jepang tersebut. Melihat pasukannya semakin mendekat, K.H. Zaenal Mustofa segera mengambil tindakan.
K.H. Zaenal Mustofa        : “Diamlah ditempat santri-santriku. Tenanglah, para opsir ini hanya akan berbicara untuk menyampaikan sesuatu kepada ku.” (sambil mengangkat tongkatnya)
Seluruh santri                    : “Baiklah pak Kyai.” (sambil mundur menjauhi opsir Jepang)
K.H. Zaenal Mustofa        : “Sekarang bicaralah, apa yang sebenarnya akan kalian bicarakan?”
Opsir 2                              : “Kami akan menyampaikan beberapa hal, yang petama yaitu pesantren Sukamanah telah berbuat jahat menentang Jepan dengan merampas senjata api dari Jepang. Kedua, kalian tidak mau bekerja sama dengan kami Pemerintah Jepang.”
Opsir 3                              : “Dan yang terakhir adalah pemimpin Sukamanah tidak mau menuruti perintah negara untuk menghadap ke Tasikmalaya.”
Setelah opsir Jepang selesai menyampaikan ultimatumnya, kemudian datanglah Najmudin yang sejak tadi berkumpul dengan pasukan Sukamanah.
Najmudin                          : “Baik, besok kita akan berangkat ke Tasikmalaya untuk menghadap dan menyerahkan senjata-senjata api yang telah kami rampas, tetapi kepala tuan Nippon yang empat orang ini harus tinggal di Sukamanah sebagai gantinya.”
Jawaban Najmudin mampu membakar emosi para santri. Emosi tersebut semakin memuncak karena opsir-opsir Jepang mulai mencoba mempergunakan pistol dan samurainya serta berusaha lari mencari tempat guna mempertahankan diri  sambil menunggu bantuan.
Semua Santri                     : “SERAAAAANNNNGGGG!!!!!!!”
Opsir 3                              : “Siapkan pistol kalian dan keluarkan samurai!!” (sambil mengeluarkan pistol)
Kemudian terjadilah pertempuran dan akhirnya menewaskan tiga opsir Jepang. Satu opsir berhasil melarikan diri meskipun dalam keadaan luka parah.
Opsir 4                                : “Oh tidaak. Semua teman-temanku telah tewas terbunuh. Aku harus segera melarikan diri dan meminta bantuan.” (sambil memegang luka pada perut dan kakinya)
Setelah kejadian itu, sekitar pukul 16.00 datang beberapa buah truk mendekati garis depan pertahanan Sukamanah. Suara takbir mulai terdengar, pasukan Sukamanah sangat terkejut setelah tampak dengan jelas bahwa yang berhadapan dengan mereka adalah bangsa sendiri.
Santri 1                              : “Teman-teman lihatlah!! Ada beberapa truk yang menyerang kita. Dan sepertinya mereka bukan orang-orang Jepang.”
Santri 2                               : “Mereka bangsa kita sendiri dan sepertinya mereka dibawah kendali Jepang. Mereka ingin mengadakan perlawanan kepada kita. Segera beritahu pak Kyai!”
Beberapa santri pun menemui K.H. Zaenal Mustofa dan melaporkan kejadian yang sebenarnya terjadi.
Santri 1                              : “Assalamualaikum pak Kyai. Gawat pak gawat!”
K.H. Zaenal Mustofa        : “Ada apa santriku? Ada apa?”
Santri 4                              : “Di depan ada beberapa truk yang berisi bangsa kita sendiri, namun sepertinya mereka berada di bawah kendali Jepang serta hendak melakukan perlawanan kepada kita pak Kyai.”
K.H. Zaenal Mustofa        : “Gawat. Ayo segera kita keluar!” (pergi menuju halaman pesantren).
Setelah semua santri berkumpul di halaman. K.H. Zaenal Mustofa memerintahkan agar para santri dan pengikutnya menghindarkan perlawanan, tetapi pertempuran tidak dapat di hindarkan. Pihak Jepang sudah mulai melepaskan tembakan dan menghujani pasukan Sukamanah dengan peluru.
Jepang                               : “SERAAAAANNNGGG!!!!” (sambil mengangkat senjata dan melempar granat)
Semua santri terpaksa membela diri dengan senjata seadanya. Pasukan dari Kampung Cihaur pun ikut menyerbu.
Pasukan Cihaur                 : “SERBUUUUUU!!!!!!!” (sambil membawa bambu runcing)
Terjadilah pertempuran dan perkelahian dalam jarak dekat sehingga menjatuhkan banyak korban dari kedua belah pihak. Setelah pertempuran berlangsung selama 90 menit, satu demi satu pertahanan santri Sukamanah dapat dilumpuhkan dan pasukan yang msih tinggal tepaksa mundur karena tidak sanggup menahan peluru dan senjata otomatis dari pihak Jepang. Kira-kira pukul 17.30 semua pertahanan Sukamanah telah lumpuh dan K.H. Zaenal Mustofa dengan beberapa pengikutnya ditawan oleh Jepang. Para santri dan pengikutnya yang masih hidup diperintahan untuk mundur dan menyelamatkan diri.
Jepang                               : “Tangkap K.H. Zaenal Mustofa sekaraang juga!!”
Jepang 2                            : “Baiklah!” (sambil menarik badan K.H. Zaenal Mustofa dan memasangkan borgol)
K.H. Zaenal Mustofa        : “Para santri semuanyaaaa!! Cepat lari dan selamatkaan diri kaliaaan!!!!!!” (sambil berteriak)
Setelah pertempuran selesai, di mulailah pembersihan besar-besaran oleh alat-alat negara fasisme Jepang dan kaki tangannya seperti  asrama (pondok-pondok) di rusak, barang-barang perhiasan, sepeda, buku-buku, dan kitab-kitab kepunyaan santri, rakyat dan pemimpin-pemimpin Sukamanah dirampas dan diangkut ke Tasikmalaya karena di anggap harta “gonimah” atau harta rampasan dari penjahat dan musuh pemerintah Dai Nippon.
Jepang 3                            : “Ayo kita masuk ke dalam untuk mengambil barang-barang yang ada didalam!”
Jepang 4                            : “Ayo!”
Seluruh pasukan Jepang pun masuk ke dalam pesantren untuk mengambil barang berharga serta membawa pemimpin-pemimpin Sukamanah ke Tasikmalaya.
Keesokan harinya, pasukan  Jepang menyebarkan pamflet-pamflet yang berisi ultimatum bahwa semua orang yang membantu gerakan Sukamanah maka dianggap mata-mata musuh dan memusuhi Jepang. Mereka yang menyembunyikan pelarian dari Sukamanah akan diancam hukuman mati.
Jepang 2                            : “Ingat wahai warga semua! Apabila kalian memberontak dan kembali membantu pasukan Sukamanah, apalagi kalian menyembunyikan pelarian pasukan Sukamanah maka kalian akan kami hukum mati!
Jepang 4                            : “Maka sebaiknya sekarang kalian harus menuruti semua perintah kami dan melapor serta menyerahkan pasukan Sukamanah apabilas diantara kalian ada yang melihatnya. Mengerti??”
Warga                                : “Me…meee..meeengerti tuan.” (sambil terbata-bata karena ketakutan)
 Tanggal 26 Februari 1944, 700 sampai 900 orang dimasukkan ke dalam sel tahanan penjara Tasikmalaya. Mereka adalah pasukan Sukamanah yang berhasil tertangkap oleh Jepang.
Jepang 1                            : “Cepaatlaaaah kalian masuk ke tempat itu! Itu sebagai hukuman karena kalian teleh memberontak kepada kami!” (sambil menodongka senjata)
Seluruh Pasukan Jepang    : “HAHAHAHAAAAA rasakan kaliaaan!!”
Tanggal 27 Februari 1944 datang instruksi rahasia dari K.H. Zaenal Mustofa kepada santri dan seluruh pengikutnya yang ditahan.
Santri 1                              : “Lihat ini, K.H. Zaenal Mustofa memberi kita sepucuk surat.”
Santri 2                              : “K.H. Zaenal Mustofa? Apa isi surat itu? saya sudah tidak sabar. Semoga beliau dalam keadaan sehat dan tidak berhasil tertangkap oleh Jepang.”
Santri 3                              : “Ayo kita baca bersama.”
      Mereka pun membaca surat tersebut bersama, ternyata surat tersebut berisi instruksi agar para pasukan Sukamanah yang ditahan tetap tenang, kuat dan tidak pernah putus asa serta menyerahkan segala puji kepada Allah SWT dan meneruskan perjuangan mereka.
Santri 1                               : “Dengan membaca instruksi ini, saya merasa lebih tabah dan berani menghadapi pasukan Jepang itu. Semoga perjuangan kita tidak berhenti disini dan kita tetap bisa mengusir Jepang dari tanah air Indonesia. Allohu Akbar!! Merdeka!!”
Seluruh santri                    : “Allohu Akbar!!! Merdekaaaaaaaa!!!
      Keesokan harinya, pemeriksaan terhadap pasukan Sukamanah pun dilakukan dan sebagian dari mereka ada yang bebas, ada yang kembali ditahan serta adapula yang telah meninggal dunia di sel tahanan.
Demikianlah kegigihan dan perjuangan K.H. Zaenal Mustofa dalam merebut hak kemerdekaan bangsanya dari cengkraman penjajah. Semoga kegigihannya bisa ditiru oleh kita sebagai generasi penerus bangsa.